Mahasiswa dan Tantangan Zaman, Saatnya Berpikir Kritis, Bukan Ikut Arus

0
98

Oleh: Hernando, Dosen Fikom Jayabaya.

Di masa era digital saat ini, mahasiswa hidup di tengah derasnya arus informasi. Hampir setiap hari, media sosial dan portal berita menyajikan informasi – informasi yang bercampur antara fakta, opini, bahkan hoaks. Dalam situasi ini,
apakah mereka hanya akan menjadi konsumen informasi yang pasif, atau justru tampil sebagai generasi kritis yang mampu menimbang dan menganalisis setiap informasi yang datang.

Berpikir kritis, atau critical thinking, adalah keterampilan yang tidak bisa ditawar. Mahasiswa tidak cukup hanya pintar menghafal teori, tetapi juga harus cerdas dalam menguji argumen, membandingkan sumber, dan menyusun kesimpulan yang logis. Tanpa itu, mereka mudah terseret arus opini publik yang menyesatkan.

Sayangnya, masih banyak mahasiswa yang lebih memilih mengikuti tren ketimbang mengkritisi substansi. Di ruang digital, misalnya, sering terlihat mahasiswa ikut menyebarkan berita yang belum terverifikasi hanya karena viral. Fenomena ini menunjukkan bahwa literasi kritis belum sepenuhnya menjadi budaya di kalangan mahasiswa.

Padahal, critical thinking bukan hanya penting untuk akademik, tetapi juga untuk kehidupan sosial dan karier. Dunia kerja membutuhkan lulusan yang mampu memecahkan masalah secara kreatif, bukan sekadar menjalankan instruksi. Masyarakat juga menunggu kontribusi nyata mahasiswa sebagai agen perubahan, bukan hanya sebagai penonton dalam pusaran isu publik.

Kampus menjadi ruang strategis untuk melatih keterampilan ini. Diskusi kelas, penelitian, maupun organisasi mahasiswa adalah wadah yang ideal untuk membiasakan analisis, evaluasi, dan refleksi. Dosen pun perlu mendorong mahasiswa untuk berani bertanya, berdebat sehat, dan tidak takut berbeda pendapat. Seperti kata filsuf Yunani, Socrates: “An unexamined life is not worth living.” Hidup tanpa telaah dan refleksi, termasuk pada aliran informasi, akan kehilangan makna.

Pada akhirnya, mahasiswa Fikom Jayabaya maupun di luar sana harus menyadari bahwa berpikir kritis adalah senjata utama di zaman ini. Albert Einstein pernah mengingatkan, “Education is not the learning of facts, but the training of the mind to think.” Kutipan ini menegaskan bahwa pendidikan sejati bukanlah sekadar menghafal, melainkan melatih nalar agar tajam dan kritis.

Dengan critical thinking, mahasiswa tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga produsen gagasan dan pencipta solusi. Saatnya mahasiswa berhenti ikut arus dan mulai memimpin arus perubahan dengan pikiran yang tajam, logis, dan berintegritas.

Artikel ini merupakan opini penulis dan tidak selalu mencerminkan sikap resmi institusi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here